Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Taksonomi Bloom 

1. Ranah Kognitif

Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom merupakan segala aktivitas yang menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi  yang dilambangkan dengan C (Cognitive) (Dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives. Handbook 1 : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New York. Benyamin Bloom pada tahun 1956) yaitu:

♦ C1 (Pengetahuan/Knowledge)

Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang telah dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi, kecenderungan dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi.  Tingkatan atau jenjang ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan, membilang, mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan, memberi label, memberi indeks, memasangkan, menamai, menandai, membaca, menyadari, menghafal, meniru, mencatat, mengulang, mereproduksi, meninjau, memilih, menyatakan, mempelajari, mentabulasi, memberi kode, menelusuri, dam menulis.

♦ C2 (Pemahaman/Comprehension)

Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami materi tertentu yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :

  1. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu bentuk ke bentuk lain)
  2. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)
  3. Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti).

Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri dan dengan memberikan contoh baik prinsip maupun konsep.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : memperkirakan, menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan, menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan, menguraikan, menjalin, membedakan, mendiskusikan, menggali, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan, mempolakan, memperluas, menyimpulkan, meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.

♦ C3 (Penerapan/Application)

Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan cara menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menugaskan, mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi, mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan, mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses, mengaitkan, menyusun, mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.

♦ C4 (Analisis/Analysis)

Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan suatu materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :

  1.  Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi)
  2. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)
  3. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip organisasi (identifikasi organisasi)

Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan sebab akibat.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menganalisis, mengaudit, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi, memerinci, menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjelajah, membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan, memerintahkan, mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.

♦ C5 (Sintesis/Synthesis)

Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik. Kemampuan ini dapat berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak.

Di jenjang ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan, menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan, memadukan, membatas, mereparasi, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum, dan merekonstruksi.

♦ C6 (Evaluasi/Evaluation)

Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :

  1. Evaluasi berdasarkan bukti internal
  2. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya melakukan pembuatan keputusan dan kebijakan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan, memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, memerinci, mengukur, merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan memproyeksikan.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar mengajar.

Kartwohl & Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf, 2001) membagi ranah afektif menjadi 5 kategori yaitu :

♦ Receiving/Attending/Penerimaan

Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang meliputi penerimaan masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara pasif.Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsanagn atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Hal ini dapat dicontohkan dengan sikap peserta didik ketika mendengarkan penjelasan pendidik dengan seksama dimana mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka danmereka memiliki kemauan untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih, mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.

♦ Responding/Menanggapi

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Atau dapat pula dikatakan bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab, membantu, mengajukan, mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui, menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan menolak.

♦ Valuing/Penilaian

Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan menyumbang.

♦ Organization/Organisasi/Mengelola

Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan sains terhadap kehidupan manusia.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menganut, mengubah, menata, mengklasifikasikan, mengombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.

♦ Characterization/Karakteristik

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisais nilai menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini dicontohkan dengan bersedianya mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak mendukung pendapatnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengubah perilaku, berakhlak mulia, mempengaruhi,  mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan, membuktikan dan memecahkan.

3. Ranah Psikomotor

Ranah ini meliputi kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan serta kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta ekspresif dan interperatif.

Kategori yang termasuk dalam ranah ini adalah:

♦ Meniru

Kategori meniru ini merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan contoh yang diamatinya walaupun belum dimengerti makna ataupun hakikatnya dari keterampilan itu.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengaktifan, menyesuaikan, menggabungkan, melamar, mengatur, mengumpulkan, menimbang, memperkecil, membangun, mengubah, membersihkan, memposisikan, dan mengonstruksi.

♦ Memanipulasi

Kategori ini merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan serta memilih apa yang diperlukan dari apa yang diajarkan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengoreksi, mendemonstrasikan, merancang, memilah, melatih, memperbaiki, mengidentifikasikan, mengisi, menempatkan, membuat, memanipulasi, mereparasi, dan mencampur.

♦ Pengalamiahan

Kategori ini merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal yang diajarkan dan dijadikan sebagai contoh telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih meyakinkan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan, menggantikan, memutar, mengirim, memindahkan, mendorong, menarik, memproduksi, mencampur, mengoperasikan, mengemas, dan membungkus.

♦ Artikulasi

Kategori ini merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan yang lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan, mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai, menyetir, menjeniskan, menempel, mensketsa, melonggarkan, dan menimbang.

Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Pembangunan di Indonesia memang terus bergulir, akan tetapi sudah seimbangkah dengan pembangunan di bidang pendidikannya? Pembangunan secara fisik memang baik, namun tidak akan berdampak baik jika moral bangsanya terpuruk, karena akan berakibat dihasilkannya lulusan pendidikan yang “pinter keblinger”. Sehingga perlu adanya suatu perbaikan untuk permasalahan ini, cara yang tepat untuk memperbaiki moral bangsa adalah dengan ilmu, dan ilmu didapat dari pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting dan perlu dijadikan prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Permasalahan pembangunan di bidang pendidikan memang sangat menjadi sorotan, namun upaya dari pemerintah sendiri masih dikatakan sangat minim karena belum juga satu masalah terselesaikan sudah bermunculan lagi masalah yang lainnya.

Kini yang menjadi masalah umum dalam pendidikan yaitu :

  1. Kualitas peserta didik rendah, dapat dikatakan demikian karena kurangnya minat dari peserta didik untuk belajar dan mengenyam bangku sekolah serta malasnya peserta didik untuk pergi bersekolah atau belajar.
  2. Para pengajar kurang profesional, padahal keprofesionalan merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pengajar.
  3. Biaya pendidikan yang mahal, sehingga warga masyarakat yang kurang mampu merasa tidak sanggup untuk membayar uang sekolah dan memutuskan untuk memberhentikan anaknya sekolah. Serta minimnya informasi terkait beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu namun berprestasi.
  4. Bahkan UU pendidikan pun terancam kacau, karena dalam implementasinya kurang memberikan hasil yang memuaskan.

Permasalahan pendidikan yang akan lebih ditekankan dalam pembahasan ini adalah mengenai poin nomor 3 diatas yaitu tentang biaya pendidikan yang mahal, belum mencukupinya bantuan dari pemerintah serta tidak meratanya pemberian bantuan tersebut.

Pemerintah sudah berusaha dengan keras mengatasi masalah pendidikan ini. Hal ini sudah terbukti dengan adanya sekolah-sekolah gratis bagi peserta didik yang kurang mampu  yang menandakan bahwa memang pendidikan itu adalah hak semua warga negara tanpa kecuali (baik kaya maupun miskin). Namun, ternyata memang benar untuk mendapatkan pendidikan yang baik itu memerlukan biaya yang memang tidak sedikit sehingga sebagian besar sekolah masih menggalakan adanya pembayaran untuk sekolah.

Permasalahan yang muncul kemudian dan menjadi sorotan masyarakat adalah :

  1. Sekolah gratis memang ada, peserta didik bisa melaksanakan kegiatan belajar tanpa memikirkan biaya, namun sayangnya sekolah-sekolah tersebut berada di daerah terpencil.
  2. Fasilitas di sekolah kurang lengkap atau kurang memadai, hal ini dapat dikarenakan komponen sekolah tidak terlalu paham dengan perkembangan zaman atau dapat pula dikarenakan biaya dari pemerintahnya kurang mencukupi.
  3. Staf pengajarnya kurang berkompetensi, hal ini dikarenakan para pengajar dari kalangan yang ingin mengajar saja, sukarela. Oleh karena sukarela itu, makanya para pegajar lebih memilih sekolah yang dapat memberikan jaminan penghidupan yang lebih dibanding dengan mengajar di sekolah yang jaminan penghidupannya lebih kecil.
  4. Kurikulumnya tidak tepat. Pengajar akan merasa kewalahan dengan kurikulum disebabkan fasilitas dan kemampuannya yang juga terbatas.
  5. Sistem administrasi serta birokrasinya terkesan berbelit-belit. Dikatakan berbelit-belit karena kurangnya pengalaman dalam menjalankan administrasi dan birokrasi pendidikan di sekolah tersebut.

Secara jelasnya permasalahan di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Peta Konsep Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Image

Sumber :

http://elearning.milaulas.com/mod/page/view.php?id=25

(Diakses pada 6 Desember 2013)

http://gurupintar.ut.ac.id/component/content/article/177-masalah-pendidikan-di-indonesia.html

(Diakses pada 6 Desember 2013)

Resume Teori Belajar Humanistik

1. Konsep Dasar Teori Belajar Humanistik

  • Tujuan belajarnya adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Dalam proses belajar, peserta didik harus mampu mencapai aktualisasi diri dalam hidup secara baik.
  • Peran pendidik hanyalah sebagai fasilitator yang membantu peserta didik dalam mengembangkan dirinya yaitu untuk mengenal dirinya, lingkungannya serta untuk mewujudkan potensi-potensi diri peserta didik.
  • Peserta didik merupakan subjek utama dalam proses belajar yang memiliki minat serta kebutuhan tersendiri.
  • Konsep belajar humanistik berangkat dari aliran psikologi humanistik
  • Pendekatan humanistik mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.
  • Peserta didik aktif dalam mengemukakan pendapatnya serta mampu mempertanggungjawabkan dan menerima resiko atas pendapatnya tersebut.
  • Pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
  • Menekankan pada proses belajar.

2. Karakteristik Teori Belajar Humanistik

  • Mementingkan manusia sebagai pribadi dan kebulatan pribadi yaitu memahami bahwa setiap manusia perlu menjadi diri yang utuh serta mengaktualisasikan dirinya.
  • Mementingkan peranan kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap).
  • Mengutamakan terjadinya aktualisasi diri (proses menjadi diri sendiri, kebutuhan naluriah untuk melakukan yang terbaik untuk hidupnya) dan self concept (mengenal diri).
  • Mementingkan persepsual subjektif (pikiran mengenai dirinya sendiri) yang dimiliki tiap individu.
  • Mementingkan kemampuan peserta didik untuk menentukan bentuk tingkah laku sendiri yang bersifat positif.
  • Mengutamakan insight (pengetahuan/pemahaman) terhadap apa yang dipelajarinya.
  • Menekankan pada perkembangan positif
  • Belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
  • Dalam proses belajar peserta didik harus berusaha mencapai aktualisasi diri sebaik-baiknya.
  • Memahami perilaku dari sudut pandang pelakunya bukan pengamatnya.
  • Tujuan utama pendidik adalah membantu peserta didik mengembangkan dirinya (peserta didik itu sendiri) serta mampu mengenal dirinya dan potensi-potensi yang dimilikinya.
  • Menekankan pentingnya emosi dan perasaan.

3. Tokoh Teori Belajar Humanistik

  • Carl Ransom Rogers 

Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard) dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).

Rogers berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.

Dua ciri belajar, yaitu:

  1. Belajar yang bermakna : Proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik.
  2. Belajar yang tidak bermakna : Proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.

Peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam :

  • Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar.
  • Membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar.
  • Membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar.
  • Menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik.
  • Menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari peserta didik sebagaimana adanya.
  • Arthur Combs 

Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu (belajar bermakna). Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Combs berpendapat arti dari materi tidaklah menyatu dengan dengan materi pelajaran itu, namun pendidik harus membawa peserta didik kepada pemahaman arti materi pelajaran dan pribadinya serta hubungannya dengan kehidupan.

  • Abraham Maslow 

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :

  1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
  2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Di kenal sebagai pelopor aliran humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ). Dia mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis, hirarki ( tingkatan ) mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun hirarki-hirarki tersebut adalah :

Image

  1. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
  2. Kebutuhan penghargaan/untuk dihargai
  3. Kebutuhan akan dicintai dan disayangi/sosial
  4. Kebutuhan akan aman dan tenteram
  5. Kebutuhan fisiologis atau dasar
  • Bloom dan Krathwohl

3 kawasan yang dipelajari :

  1. Kognitif : Pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
  2. Psikomotor : Peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, naturalisasi.
  3. Afektif : Pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, pengalaman.

Belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial.

3 tipe belajar :

  1. Belajar teknis (technical learning) : Belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
  2. Belajar praktis (practical learning) : Belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
  3. Belajar emansipatoris penekanan upaya agar seseorang bisa mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosial.
  • Honey dan Mumford

4 golongan orang belajar :

  1. Kelompok aktivis : mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
  2. Golongan reflector : mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis.
  3. Kelompok teoritis : Mereka memiliki kecenderugan yang sangat krritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya.Golongan pragmatis : mereka memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya 
  • Kolb

4 tahap belajar :

  1. Tahap pengalaman kongkret : Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. 
  2. Tahap pengalaman aktif dan reflektif : Seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya.
  3. Tahap konseptualisasi : Seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.
  4. Tahap eksperimentasi aktif : Melakukan eksperimentasi secara aktif.

4. Implementasi Teori Belajar Humanistik  

Guru sebagai fasilitator memiliki fungsi :

  • Memberi perhatian dan motivasi.
  • Membantu peserta didik untuk memperoleh penjelasan tentang tujuan peserta didik belajar 
  • Memahami karakteristik peserta didik.
  • Menyediakan dan mengatur sumber-sumber untuk belajar 
  • Dapat menyesuaikan dirinya dengan peserta didiknya.   
  • Berbaur dengan peserta didiknya, berkomunikasi dengan sangat baik bersama peserta didiknya.  
  • Dapat memahami dirinya dan tentunya agar dapat memahami peserta didiknya pula.  

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.

Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

  • Merumuskan tujuan belajar yang jelas.  
  • Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik.  
  • Mendorong peserta didik untuk mau belajar sesuai inisiatifnya.  
  • Mendorong peserta didik untuk peka dan berpikir kritis serta memaknai proses pembelajaran secara mandiri.  
  • Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung risiko dari perilaku yang ditunjukkan.
  • Pendidik menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  • Memberikan kesempatan peserta didik untuk maju sesuai dengan kecepatan belajarnya.  
  • Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik.

Kriteria guru yang baik : Yaitu guru yang memiliki rasa humor sehingga pembelajaran tidak terkesan monoton dengan keseriusan, adil dan tidak berat sebelah dalam mengajar, menarik sehingga peserta didik merasa nyaman belajar dengannya, mampu menyesuaikan diri dengan peserta didiknya.

5. Prinsip-prinsip Teori  Belajar Humanistik

  • Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
  • Belajar akan dirasakan bermakna apabila peserta didik merasakan bahwa apa yang dipelajarinya sesuai dengan kebutuhannya.  
  • Pembelajaran yang dianggap mengancam perubahan persepsinya cenderung ditolak oleh peserta didik. Dan keberhasilan belajar yang baik akan lebih bisa dicapai jika ancaman dari luar itu kecil.  
  • Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.  
  • Belajar diperlancar bila siswa dilibatkan aktif dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.  
  • Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam.  
  • Kepercayaan diri akan lebih dirasakan jika peserta didik mampu mawas diri.  
  • Belajar sosial paling berguna jika belajar itu mengenai proses belajar.
  • Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.

6 . Kelebihan dan Kekurangan teori Belajar Humanistik

  • Kelebihan

  1. Bersifat membentuk kepribadian secara utuh
  2. Siswa merasa senang karena memiliki inisiatif sendiri dalam belajar.
  3. Guru menerima siswa apa adanya serta memahami jalan pikiran siswa.
  4. Siswa mempunyai banyak pengalaman yang berarti
  5. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri serta membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
  6. Terjadinya perubahan pola pikir
  7. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengesampingkan etika dan hak orang lain.
  8. Peserta didik dituntut untuk mampu mengaktualisasikan dirinya secara baik.
  • Kekurangan

  1. Peserta didik lebih bersifat individual.
  2. Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung dari luar.
  3. Peserta didik yang kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka akan sulit mencapai hasil belajar yang baik.  
  4. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
  5. Siswa tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
  6. Peran guru dalam proses pembentukan dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi berkurang karena pendidik hanya sebagai fasilitator. 
  7. Keberhasilan proses belajar lebih banyak ditentukan oleh siswa itu sendiri.

Resume Teori Belajar Konstruktivisme

1. Konsep Dasar Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata to construct yang artinya membangun atau menyusun. Menurut Von Glasersfeld, konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungan. Tujuan dari teori belajar ini adalah untuk menumbuhhkan motivasi peserta didik, mengembangkan motivasi dan kemampuan menjadi pemikir yang mandiri atau yang tidak harus distimulus terus.

2. Karakteristik Teori Belajar Konstruktivisme

  • Teori belajar ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk membina pengetahuan baru melalui kenyataan.
  • Menyokong pembelajaran secara kooperatif.
  • Menggalakan peserta didik bertanya dan berdialog dengan guru dan sesama peserta didik.
  • Proses pembelajaran sama penting dengan hasil pembelajaran.
  • Menggalakan proses inkuiri peserta didik melalui kajian.

3. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme

  • Jean Piaget

Jean Piaget menyebutkan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses adalah untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas di kenyataan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:

  1. Skemata : Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan, proses membangun pemikiran-pemikiran.
  2. Asimilasi : Proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya atau dapat dikatakan pula menghubungkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
  3. Akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
  4. Keseimbangan (Ekuilibrasi) adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Teori Piaget

  • Able to solve concrete (hands-on) problems in logical fashion
  • Understands laws of conservation and is able to classify and seriate
  • Understands reversibility

1. Pengurutan

2. Klasifikasi

3. Decentering (Membuat satu proyek kerja dengan melibatkan berbagai unsur)

4. Reversibility (kemampuan untuk mengeksplorasi dan membangun suatu kesimpulan, mengurai kemudian membangunnya lagi)

5. Penghilangan sifat egosentrisme

  • Vygotsky 

Menururt Vygotsky, peserta didik dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan suatu lingkungan sosial. 2 konsep penting menurut Vygotsky :

  1. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara level perkembangan aktual yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.
  2. Scaffolding. Individu diberi bantuan secara bertahap dengan pengetahuan awalnya kemudian diberi dorongan, motivasi dan evaluasibserta penguraian masalah agar peserta didik lebih bertanggungjawab lebih besar lagi.

4. Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivisme

  • Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
  • Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar
  • Peserta didik aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
  • Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
  • Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik
  • Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
  • Mencari dan menilai pendapat peserta didik
  • Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik
  • Guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik

5. Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme

  • Tujuan dari teori belajar ini adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
  • Menyelesaikan masalah dengan pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain
  • Situasi dikondisikan serta peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan
  • Peserta didik aktif dan guru hanya sebagai fasilitator.

6. Hakikat Anak

Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif, melainkan melalui sebuah tindakan. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja, tetapi peserta didik mencari pengetahuan melalui buku atau pengalaman. Selain itu, peserta didik harus aktif secara mental pula.

7. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

  • Kelebihan
  1. Berpikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berpikir untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
  2. Paham : Karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.
  3. Ingat : Karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan lebih mengingat semua konsep. Melalui pendekatan ini murid membina sendiri kepahaman mereka. Mereka akan lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
  4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.
  5. Menyenangkan : Karena mereka terlibat secara langsung, mereka paham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan baik, maka mereka akan merasa senang saat belajar dalam membina pengetahuan baru.
  6. Siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar
  7. Dengan adanya konstruktivistik bisa adanya group dalam pembelajaran
  8. Pembelajaran terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa itu sendiri
  • Kekurangan
  1. Apabila ada siswa yang pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif
  2. Siswa belajar secara konsep dasar tidak pada keterampilan dari siswa itu sendiri
  3. Dalam pembelajarannya tidak memusatkan pada kurikulum yang ada
  4. Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu diperhatikan.

Resume Teori Kognitif Gestalt

1. Konsep Dasar Teori Kognitif Gestalt

  • Definisi Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya pola atau konfigurasi. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa dapat bermacam-macam antara lain‘shape psychology’, ‘configurationism’, ‘whole psychology’ dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain. Teori Gestalt ini berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah.

  • Sejarah Munculnya Teori Kognitif Gestalt
  1. Max Wertheimer (1880-1943) meneliti tentang pengamatan dan pemecahan masalah (problem solving)
  2. Diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikansecara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan
  3. Kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tantang insight pada simpanse.

Dari pendapat dan penelitian beberapa ahli diatas di dapatkan kesimpulan bahwa menurut teori gestalt yang menjadi peletak utama teori kognitif ini, pengalaman itu tersusun secara terstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan, sehingga pengalaman tersebut tidak dapat dijelaskan atau dipahami menurut bagian-bagiannya tetapi dipahami secara keseluruhan yang saling berhubungan.

  • Hukum dalam Teori Kognitif Gestalt
  1. Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz). Hukum ini dipakai sebagai prinsip pedoman dalam meneliti persepsi, belajar dan memori.
  2. Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt (keseluruhan).
  3. Hukum kecenderungan, mengatakan bahwa hal hal yang berdekatan cenderung berbentuk gestalt.
  4. Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt. Contohnya, keyika kita memandang suatu garis-garis yang membentuk lingkaran, maka kita akan katakan bahwa itu adalah lingkaran karena kita pernah melihat lingkaran sebelumnya, hal ini terjadi karena kita memandang bahwa lingkaran itu adalah suatu hal yang tertutup (sebatas memahami lingkaran) yang terdiri dari keseluruhan garis-garis yang membentuknya dan tidak memperhatikan bagian-bagian dari garis itu.
  5. Hukum kontinuitas, yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.

2. Karakteristik Teori Kognitif Gestalt

  • Mempunyai hukum keterdekatan, hukum ketertutupan dan hukum kesamaan.(Hukum menurut Wertheimer tahun 1923, dalam bukunya “Investigation of Gestalt Theory”). Ketika suatu hal itu bedekatan, tertutup dan cenderung memiliki kesamaan (seperti yang telah dijelaskan diatas), maka keseluruhan hal tersebut akan membentuk sesuatu yang utuh.
  • Proses pembelajaran secara terus – menerus dapat memperkuat jejak ingatan peserta didik.

Menurut Kurt Koffka:

  1. Jejak ingatan (memory traces). Koffka berusaha menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang. Pembahasannya ini tentang jejak memori yang sangat panjang dan rumit.
  2. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
  3. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan. Dengan adanya latihan, dimungkinkan setiap pengalaman yang sudah terjadi sebelumnya dapat di-Recall kembali sehingga akan memperkuat pengalaman saat sekarang.
  • Adanya Pemahaman Belajar Insight

Pemahaman ini diartikan sebagai suatu hal yang jika dilakukan pengamatan maka akan di dapat suatu pemahaman terhadap hal yang diamati tersebut.

Menurut Wolfgang Kohler, Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam situasi permasalahan. Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
  2. Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
  3. Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
  4. Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang dapat menjadi kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang berlainan.
  5. Apabila insight telah di peroleh,maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain.

3. Tokoh Teori Kognitif Gestalt

  • Max Wertheimer (1880-1943)

Konsep pentingnya  yaitu Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.

Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah ia melakukan suatu eksperimen dengan menggunakan sebuah alat yang bernama stroboskop, yaitu suatu kotak yang didalamnya terdapat dua buah garis yang satu tegak dan yang satu melintang. Jika kedua garis tersebut diperlihatkan secara bergantian terus menerus maka akan tampak seakan aska garis tersebut bergerak dari melintang menjadi tegak. Inilah yang disebut gerakan semu.

  • Kurt Koffka (1886-1941)

Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.Teorinya yang terkenal adalah Memory Trace (jejak ingatan).

  • Wolfgang Kohler (1887-1967)

Ia mengadakan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar.Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis.Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.

Hal ini menjadi kesimpulannya bahwa apabila organisme menghadapi suatu masalah atau problem maka akan terjadi ketidak seimbangan kognitif sampai masalah itu selesai.

4. Prinsip-prinsip Teori Kognitif Gestalt

  • Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  • Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  • Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya. Prinsip ini memberikan tanggapan bahwa hal atau pengalaman yang sudah terjadi atau yang terjadi di masa lalu itu akan berhubungan dengan pengalaman yang terjadi pada saat ini.
  • Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola.
  • Principle of Closure/ Principle of Good Form: bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. (Seperti telah dijelaskan diatas mengenai lingkaran yang terbentuk dari garis-garis yang membentuk lingkaran tersebut).
  • Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
  • Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks. Stimulus dari luar cenderung menimbulkan reaksi di otak, dan kita merasakan dan mengalami reaksi itu ketika reaksi itu terjadi di otak. Pendapat Gestaltian mempercayai bahwa otak itu aktif mengubah stimulasi sensoris.

5. Eksperimen Pengujian Teori Kognitif Gestalt

Hal ini dilakukan oleh Kohler yang melakukan penelitian pada simpanse. Walaupun pada awalnya dia melakukan penelitian pula pada ayam. Namun, ayam tidak menunjukkan respon bahwa ayam itu dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Eksperimennya terhadap simpanse dilakukan dengan alur sebagai berikut.

  • Ketika pisang digantungkan di atas, dan disediakan tongkat dan peti, maka simpanse yang pertama mengambil tongkat dan mencoba mendapatkan pisang itu menggunakan tongkatnya, sedangkan simpanse kedua menjangkau pisang itu dengan cara menumpuk peti secara sembarang kemudian mencoba untuk meraih pisang itu. Dan simpanse ketiga mencoba menyambung tongkat agar jangkauannya lebih tinggi. Karena hal yang dilakukan simpanse yang menyusun peti tidak dilakukan dengan rapi dan tidak mendapatkan hasil, maka simpanse kedua mencoba menyusun peti lebih rapi lagi. Dan yang lebih baik lagi adalah hal yang dilakukan oleh simpanse pertama yang mengkombinasikan antara tumpukan peti dan tongkat sehingga hasilnya akan lebih terlihat.
  • Dari eksperimennya itu, ia mengasumsikan bahwa ketika suatu organisme mengalami suatu masalah atau problem maka akan muncul suatu keadaan yang disebut disekuilibrium kognitif, keadaan ini terus berlanjut sampai maslah itu selesai. Sebab menurut teoritist gestalt, keadaan inilah yang memotifasi organisme berusaha untuk kembali menyeimbangkan mentalnya.

6. Implementasi teori Kognitif gestalt

  • Pengalaman tilikan/pengamatan (insight); Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  • Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.

Karakteristik pembelajaran bermakna:

  1. Active : means that learners are dynamic, that they assume, active roles in learning activities. Siswa dikaitkan dengan dinamika, asumsi dan aturan dalam belajar.
  2. Authentic : means that learners construct knowledge from situated and authentic learning activities. Siswa membangun pengetahuan yang dikaitkan dengan situasi dan fenomena kehidupan.
  3. Constructive : means taht learners accommodate new ideas to their prior knowledge or experiences. Siswa mengakomodir pengetahuan baru hubungannya dengan pengetahuan mereka yang telah mereka miliki sebelumnya.
  4. Cooperative : means that learners are encouraged to solve the problem or task together with their peers. Siswa mendorong untuk menyelesaikan masalah atau tugas bersama dengan teman sebayanya.
  • Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai.
  • Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  • Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

7. Kelebihan dan Kekurangan

  • Kelebihan

Teori kognitif gestalt menekankan pada pemahaman keseluruhan bagian, tidak secara terpisah-pisah dan juga menuju kepada pemecahan masalah. Dan dalam pendidikan khususnya pembelajaran, penekanannya lebih kepada pemahaman terhadap materi pelajaran, bukan kepada hafalan terhadap materi pelajaran tersebut. Selain itu, teori ini juga dapat memunculkan motivasi.

  • Kekurangan

Teori ini tidak dapat dipandang secara bagian-bagian, misalnya hanya memperhatikan segi siswa sebagai seorang yang belajar, namun harus dipahami pula kemampuan siswa itu seperti apa. Dan hal ini kadangkala terjadi ketika keberhasilan belajar hanya dipacai oleh sebagian siswa dan sebagian siswa yang lain tidak dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selain itu, fasilitas juga harus mendukung agar siswa semakin yakin atas apa yang mereka pelajari.

Resume Teori Belajar Behaviorisme

1. Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme 

Dalam teori belajar behaviorisme, belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang ditekankan pada aspek-aspek yang lebih mekanistis, serta perilaku diukur dari hal yang dapat diamati.

Teori belajar behaviorisme menekankan kepada perkembangan perilaku yang dihasilkan dari adanya stimulus dari luar diri yang menyebabkan dihasilkannya respon dari dalam diri sebagai tindakan jawaban atas stimulus atau rangsangan yang ada.

Dalam memberikan respon, terdapat kecenderungan yang berbeda dari setiap peserta didik. Ketika peserta didik menunjukan respon yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan  maka pendidik akan cenderung memberikan imbalan, dan sebaliknya ketika peserta didik menunjukan respon yang kurang baik atau tidak sesuai maka pendidik akan memberikan suatu hukuman agar respon yang tidak diinginkan segera diperbaiki oleh peserta didik dan akan muncul respon yang berbeda dan lebih tepat ketika diberikan stimulus yang sama di lain waktu.

Dalam mencerna stimulus, peserta didik tidak semena-mena dalam memberikan respon, terkadang atau bahkan sangat diperlikan penguatan agar peserta diidk semakin terdorong untuk memberikan respon yang baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Karakteristik Teori Belajar Behaviorisme 

  1. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian yang kecil
  2. Bersifat mekanistis
  3. Menekankan pada peranan lingkungan
  4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon dari suatu stimulus
  5. Menekankan pentingnya latihan
  6. Pemecahan masalah dengan  trial and error

3. Tokoh Teori Belajar Behaviorisme 

  • Edward Lee Thorndike (1874-1949) menyebutkan bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon peserta didik terhadap stimulus segera disertai oleh rasa senang atau rasa puas karena mendapat pujian atau hadiah serta adanya penguatan atau reinforcement. Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and error learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebut sebagai selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan). 3 teori hukum belajar menurut Thorndike :
  1. Law of Readiness : belajar akan berhasil jika peserta didik memiliki kesiapan belajar.
  2. Law of Exercise : belajar akan berhasil jika peserta didik banyak melakukan latihan
  3. Law of Effect : belajar akan bersemangat jika peserta didik mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
  • John Broadus Watson menyebutkan bahwa belajar itu adalah proses interaksi antara stimulus dan respon yang dapat diamati.
  • Edwin Guthrie menyebutkan bahwa asas yang utama dari belajar adalah kontinguitas yaitu gabungan dari beberapa stimulus yang disertai suatu gerakan akan menghasilkan suatu respon yang sama ketika stimulus itu diberikan pada kurun waktu berikutnya. Menurutnya, penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
  • B.F Skinner mengemukakan prinsip pongkondisian operan dimana pengkondisian ini prinsip umumnya adalah setiap respon yang diikuti oleh stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang dan stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadimya respon operan. Menurut Skinner, organisme bernyawa akan senantiasa dikondisikan oleh lingkungannya. Selain itu Skinner juga mengemukakan tentang penguatan positif dan penguatan negative.
  • Ivan Pavlov. Percobaan yang dilakukannya adalah pengkondisian terhadap seekor anjing. Ketika seekor anjing dihadapkan pada daging maka anjing tersebut akan segera mengeluarkan air liur. Kemudian pengkondisian kedua adalah, sebelum memberikan daging, Pavlov membunyikan dulu bel sebagai tanda adanya daging, kemudian anjing pun mengeluarkan air liur karena ia dikondisikan untuk tahu bahwa ketika bel dibunyikna maka disitu ada daging. Kemudian pengkondisian ketiga adalah Pavlov hanya membunyikan bel saja namun tidak ada daging, namun tetap saja anjing itu mengeluarkan air liur karena ia tetap mempertahankan kondisi awal ketika dibunyikan  bel maka disitu ada daging.

4. Prinsip Teori Belajar Behaviorisme

  1. Reinforcement and  Punishment, menambahkan atau mengurangi rangsangan
  2. Primary and Secondary Reinforcement, rangsangan yang berupa kebutuhan pokok serta rangsangan yang terpengaruh dari asosiasi seseorang.
  3. Schedules of Reinforcement, memberi rangsangan secara terjadwal
  4. Contingency Management, prinsip kesehatan mental seseorang, memberikan perawatan jiwa.
  5. Stimulus Control in Operant Learning, mengendalikan rangsang untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan. Stimulus yang tidak terkendali akan menghasilkan perilaku yang tidak sesuai.
  6. The Elimination of Responses, Penghapusan hal yang tidak sesuai atau yang tidak diinginkan sehingga perilaku  yang tidak diharapkan akan dihilangkan.

5. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme

Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik memberikan stimulus-stimulus kepada peserta didik agar peserta didik memebrikan respon yang diharapkan oleh pendidik. Dalam memberikan respon tersebut, pendidik menyertakan penguatan-penguatan agar peserta didik semakin termotivasi untuk memberikan respon, penguatan itu dapat berupa pemberian hadiah sebagai akibat dari keberhasilan peserta didik dalam merespon, maupun kata-kata pujian, selain itu bagi peserta didik yang belum dapat merespon, maka diberikan hukuman sebagai pemacu dirinya untuk merespon stimulus agar sesuai dengan yang diharapkan.

6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme

  • Kelebihan

Teori belajar ini menekankan pendidik untuk memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada peserta didik agar peserta didik mau memberikan respon yang sesuai ketika stimulus itu diberikan lagi padanya. Teori belajar ini pun mampu memberikan motivasi kepada peserta didik melalui penguatan-penguatan untuk mau belajar walaupun pada awalnya terkesan dipaksa namun semakin lama pasti akan terbiasa juga dalam  merespon stimulus-stimulus.

  • Kekurangan

Ketika sudah tidak ada lagi stimulus, maka peserta didik tidak akan memberikan respon apapun yang berimbas pada ketergantungan untuk melakukan respon itu hanya ketika diberikannya stimulus atau rangsangan dari orang lain, tanpa ada keinginan untuk melakukannya sendiri. Misalnya, peserta didik akan belajar jika diberikan stimulus yang memintanya untuk belajar, dan peserta didik tidak akan belajar jika stimulus itu tidak diberikan lagi padanya.

Resume Teori Belajar Behaviorisme

1. Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme 

Dalam teori belajar behaviorisme, belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang ditekankan pada aspek-aspek yang lebih mekanistis, serta perilaku diukur dari hal yang dapat diamati.

Teori belajar behaviorisme menekankan kepada perkembangan perilaku yang dihasilkan dari adanya stimulus dari luar diri yang menyebabkan dihasilkannya respon dari dalam diri sebagai tindakan jawaban atas stimulus atau rangsangan yang ada.

Dalam memberikan respon, terdapat kecenderungan yang berbeda dari setiap peserta didik. Ketika peserta didik menunjukan respon yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan  maka pendidik akan cenderung memberikan imbalan, dan sebaliknya ketika peserta didik menunjukan respon yang kurang baik atau tidak sesuai maka pendidik akan memberikan suatu hukuman agar respon yang tidak diinginkan segera diperbaiki oleh peserta didik dan akan muncul respon yang berbeda dan lebih tepat ketika diberikan stimulus yang sama di lain waktu.

Dalam mencerna stimulus, peserta didik tidak semena-mena dalam memberikan respon, terkadang atau bahkan sangat diperlikan penguatan agar peserta didik semakin terdorong untuk memberikan respon yang baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Karakteristik Teori Belajar Behaviorisme 

  1. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian yang kecil
  2. Bersifat mekanistis
  3. Menekankan pada peranan lingkungan
  4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon dari suatu stimulus
  5. Menekankan pentingnya latihan
  6. Pemecahan masalah dengan  trial and error

3. Tokoh Teori Belajar Behaviorisme

  • Edward Lee Thorndike (1874-1949) menyebutkan bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon peserta didik terhadap stimulus segera disertai oleh rasa senang atau rasa puas karena mendapat pujian atau hadiah serta adanya penguatan atau reinforcement. Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and error learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebut sebagai selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan). 3 teori hokum belajar menurut Thorndike :
  1. Law of Readiness : belajar akan berhasil jika peserta didik memiliki kesiapan belajar.
  2. Law of Exercise : belajar akan berhasil jika peserta didik banyak melakukan latihan
  3. Law of Effect : belajar akan bersemangat jika peserta didik mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
  • John Broadus Watson menyebutkan bahwa belajar itu adalah proses interaksi antara stimulus dan respon yang dapat diamati.
  • Edwin Guthrie menyebutkan bahwa asas yang utama dari belajar adalah kontinguitas yaitu gabungan dari beberapa stimulus yang disertai suatu gerakan akan menghasilkan suatu respon yang sama ketika stimulus itu diberikan pada kurun waktu berikutnya. Menurutnya, penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
  • B.F Skinner mengemukakan prinsip pongkondisian operan dimana pengkondisian ini prinsip umumnya adalah setiap respon yang diikuti oleh stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang dan stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadimya respon operan. Menurut Skinner, organisme bernyawa akan senantiasa dikondisikan oleh lingkungannya. Selain itu Skinner juga mengemukakan tentang penguatan positif dan penguatan negative.
  • Ivan Pavlov. Percobaan yang dilakukannya adalah pengkondisian terhadap seekor anjing. Ketika seekor anjing dihadapkan pada daging maka anjing tersebut akan segera mengeluarkan air liur. Kemudian pengkondisian kedua adalah, sebelum memberikan daging, Pavlov membunyikan dulu bel sebagai tanda adanya daging, kemudian anjing pun mengeluarkan air liur karena ia dikondisikan untuk tahu bahwa ketika bel dibunyikna maka disitu ada daging. Kemudian pengkondisian ketiga adalah Pavlov hanya membunyikan bel saja namun tidak ada daging, namun tetap saja anjing itu mengeluarkan air liur karena ia tetap mempertahankan kondisi awal ketika dibunyikan  bel maka disitu ada daging.

4. Prinsip Teori Belajar Behaviorisme 

  1. Reinforcement and  Punishment, menambahkan atau mengurangi rangsangan
  2. Primary and Secondary Reinforcement, rangsangan yang berupa kebutuhan pokok serta rangsangan yang terpengaruh dari asosiasi seseorang.
  3. Schedules of Reinforcement, memberi rangsangan secara terjadwal
  4. Contingency Management, prinsip kesehatan mental seseorang, memberikan perawatan jiwa.
  5. Stimulus Control in Operant Learning, mengendalikan rangsang untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan. Stimulus yang tidak terkendali akan menghasilkan perilaku yang tidak sesuai.
  6. The Elimination of Responses, Penghapusan hal yang tidak sesuai atau yang tidak diinginkan sehingga perilaku  yang tidak diharapkan akan dihilangkan.

5. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme

Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik memberikan stimulus-stimulus kepada peserta didik agar peserta didik memebrikan respon yang diharapkan oleh pendidik. Dalam memberikan respon tersebut, pendidik menyertakan penguatan-penguatan agar peserta didik semakin termotivasi untuk memberikan respon, penguatan itu dapat berupa pemberian hadiah sebagai akibat dari keberhasilan peserta didik dalam merespon, maupun kata-kata pujian, selain itu bagi peserta didik yang belum dapat merespon, maka diberikan hukuman sebagai pemacu dirinya untuk merespon stimulus agar sesuai dengan yang diharapkan.

6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme 

  • Kelebihan

Teori belajar ini menekankan pendidik untuk memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada peserta didik agar peserta didik mau memberikan respon yang sesuai ketika stimulus itu diberikan lagi padanya. Teori belajar ini pun mampu memberikan motivasi kepada peserta didik melalui penguatan-penguatan untuk mau belajar walaupun pada awalnya terkesan dipaksa namun semakin lama pasti akan terbiasa juga dalam  merespon stimulus-stimulus.

  • Kekurangan

Ketika sudah tidak ada lagi stimulus, maka peserta didik tidak akan memberikan respon apapun yang berimbas pada ketergantungan untuk melakukan respon itu hanya ketika diberikannya stimulus atau rangsangan dari orang lain, tanpa ada keinginan untuk melakukannya sendiri. Misalnya, peserta didik akan belajar jika diberikan stimulus yang memintanya untuk belajar, dan peserta didik tidak akan belajar jika stimulus itu tidak diberikan lagi padanya.

Resume Teori Belajar Disiplin Mental

1. Konsep Teori Belajar Disiplin Mental

Teori ini berkembang sebelum abad ke-20.  Teori belajar disiplin mental merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh Filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada.

Teori disiplin mental lebih menekankan pada keterlibatan psikis, sedangkan fisik tidak terlalu berpengaruh. Dalam teori ini belajar diartikan sebagai pengembangan dari kekuatan, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki setiap individu.

2. Landasan Teori Belajar Disiplin Mental

  1. Humanisme klasik yang berpandangan bahwa setiap individu itu memiliki potensi yang harus dilatih agar dapat terealisasikan.
  2. Psikologi kecakapan yang menggambarkan perbedaan dalam menilai bentuk dalam latihan mental. Psikologi kecakapan ini berhubungan dengan skill yang dimiliki setiap individu.

3. Ciri Khas Teori Belajar Disiplin Mental

  1. Psikologi Daya
    1. Setiap individu memiliki potensi masing-masing yang dibawanya sejak lahir.
    2. Kegiatan belajar itu diidentikan dengan sebuah pernyataan bahwa peserta didik itu memiliki otak untuk diasah.
  2. Naturalisme Romantik
    1. Manusia itu baik dan aktif. Manusia memiliki sisi kemanusiaan dan pusat perasaan.
    2. Ketika belajar cenderung memperhatikan kondisi lingkungan, sehingga lingkungan ketika belajar itu suasananya harus dibuat senyaman mungkin.
    3. Adanya aktualisasi diri. Artinya, setiap individu memiliki peranannya sendiri dalam menentukan dirinya untuk menjadi diri sendiri serta mengembangkan sifat dan potensi yang unik yang ada padanya.
  3. Herbartisme                                                                                                                                                                                    Menyimpan dan kemudian mengungkapkan kembali tanggapan-tangapan yang didapat secara sadar dari luar dirinya.

4. Rumpun Teori Disiplin Mental

  1. Teori disiplin mental Theistic : Berasal dari psikologi daya
  2. Teori disiplin mental humanistik : Lebih mementingkan keseluruhan keutuhan
  3. Teori disiplin mental naturalisme : Kemampuan untuk berkembang dan belajar sendiri
  4. Teori disiplin mental apresiasi : Kemampuan untuk mempelajari sesuatu dan menguasai pengetahuan selanjutnya.

5. Tujuan Teori Belajar Disiplin Mental

  1. Menghasilkan manusia yang memiliki pengetahuan unggul di bidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin
  2. Menambah pengetahuan untuk perubahan individu secara menetap dan berdasarkan pengalaman dalam proses belajar mengajar.

 6. Tokoh Teori Belajar Disiplin Mental

  1. Christian wolff
  2. Plato
  3. Aristoteles
  4. J.J Rousseau

7. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Disiplin Mental

  • Kelebihan

Peserta didik dapat menemukan potensi yang ada pada dirinya dengan adanya aktualisasi diri serta pengkondisian lingkungan yang nyaman sehingga peserta didik akan mampu melahirkan kreativitasnya.

  • Kekurangan

Peserta didik merasa tertekan dengan adanya dorongan atau banyaknya stimulus yang diberikan pendidik secara terus menerus yang menginginkan agar potensi peserta didik segera teraktualisasi.

REFERENSI :

http://trioredosaputra-tp-unbara.blogspot.com/2012/12/teori-disiplin-mental.html

Resume 4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO

1.     Learning to Know

 Keberhasilan sebuah pembelajaran sangat diprioritaskan dalam pendidikan dan harus diaktualisasikan dalam pendidikan karena pendidikan itu harus mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi.

Tahapan awal untuk menciptakan pendidikan yang baik dan berkualitas adalah dengan mengetahui, memahami dan menerapkan pilar-pilar dalam pendidikan, dan learning to know atau belajar untuk mengetahui adalah pilar utama dalam sebuah pendidikan yang mempunyai nilai-nilai dan keyakinan yang menjadikannya sebuah kunci dalam suatu pendidikan.  

Sehingga dapat disimpulkan bahwa learning to know itu tidak hanya dilihat dari hasil pembelajaran namun proses pembelajaranlah yang memiliki peranan sangat penting. Dalam proses pembelajaran itu manusia harus menunjukan rasa ingin tahunya sehingga manusia itu akan berpikir bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan itu.

Menurut Julia Aktin bahwa learning to know ini ialah bagaimana peserta didik hidup mandiri dengan pengetahuannya di tengah-tengah masyarakat dengan keterampilan yang dimilikinya.

Pada intinya untuk dapat mengetahui apakah peserta didik sudah belajar untuk mengetahui atau belum dapat diuji dengan 2 pertanyaan yang sederhana yaitu :

1.      Apa yang diketahui?

2.      Bagaimana cara yang efektif untuk mengetahuinya?

2.     Learning to Do

Setelah peserta didik belajar untuk mengetahui dengan segala aspek-aspek pentingnya, maka apa yang diketahuinya itu hendaklah diaktualisasikan atau diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya atau dapat pula digambarkan sebagai suatu karya dari hasil belajar.

Aktualisasui dari belajar itu didukung oleh bakat dan minat serta keinginan keras untuk dapat hidup di dunia kerja atau di lapangan. Tidak hanya itu, peserta didik juga dilatih untuk dapat mengakali bagaimana mengembangkan potensi dan bakat yang ada. Semua itu dilatih di lembaga formal khususnya. Lembaga formal harus dapat menyiapkan peserta didiknya untuk terampil dan siap hidup bersama di lingkungan selain lingkungan sekolah formal dengan bekal keterampilan yang di dapatnya dari hasil belajar itu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pula dalam learning to do atau belajar untuk melakukan sesuatu adalah martabat manusia, cinta dan kasih sayang, kreativitas, perdamaian dan keadilan, kesehatan dan harmonisasi dengan alam, spiritual global, serta solidaritas nasional.

3.     Learning to Be

Belajar adalah proses pembentukan peserta didik untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia, sehingga menghasilkan peserta didik atau manusia yang dapat berkembang utuh.  Learning to be ini melatih peserta didik untuk memiliki rasa percaya diri yang mana rasa percaya diri itu merupakan modal utama dalam hidup bermasyarakat. Untuk hal yang terkait dengan learning to be sama halnya dengan hal yang terkait dengan learning to do.

Selain itu, ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan diantaranya yaitu motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar serta konsep.

Dalam learning to be ini peserta didik diajarkan bagaimana cara untuk dapat menjadi manusia seutuhnya yaitu peserta didik dapat menjadi individu sebagai dirinya sendiri sekaligus dapat hidup bersama di masyarakat.

Tujuan universal dari learning to be atau belajar untuk berkembang utuh adalah siswa mampu menyelaraskan antara pengetahuan, kreativitas, berkembang utuh dan mampu menjadi manusia yang bermanfaat di masyarakat.

4.     Learning to Live Together

Menurut pengertiannya learning to live together adalah belajar untuk hidup bersama dalam arti hidup di masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat itu diperlukan cara serta kunci agar dapat diterima di masyarakat seperti saling menghargai antar individu, bersikap terbuka sehingga tidak menimbulkan kecurigaan atau prasangka buruk, dan saling mengerti, itulah yang dapat dijadikan modal dalam hidup bermasyarakat atau hidup secara sosial.

Ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan pula dalam hidup di masyarakat yaitu sebelum peserta didik mengerti orang lain, sudah seharusnya peserta didik untuk mampu memahami diri sendiri terlebih dahulu, kemudian kita saling menghargai  perbedaan etnis budaya, mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah mulai dari masalah yang sederhana hingga masalah yang kompleks, serta dapat berpartisipasi aktif di masyarakat.

Pendidikan itu dijalankan secara bertahap mulai dari tingkat dasar ( sebagai paspor untuk hidup ), kemudian menengah ( persimpangan dari kehidupan ), dan tinggi ( tempat untuk warisan umum pengetahuan ).

Dalam learning to live together ini individu diharapkan dapat memecahkan masalah dan memberi solusi atas adanya globalisasi.

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Pembelajaran

Ada 2 faktor yang mempengaruhi  kegiatan belajar dan pembelajaran yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

  • Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar individu itu sendiri. meliputi :
  1. kondisi fisiologis. Kondisi fisiologis ini meliputi: jasmani, kesehatan, dan organ tubuh. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Di samping itu pancaindra juga memiliki peranan yang sangat penting. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
  2. kondisi psikologis
    1. Tingkat kecerdasan/intelegensi. Hal ini berhubungan dengan faktor bawaannya atau keturunan. Tingkat IQ mempengaruhi proses belajar dan leh arena ini ator awaan maka slit utuk dirubah kecuali jika individu itu rajin, maka individu tersebut dapat meningkatkan tingkat IQ-nya itu.
    2. Sikap. Hal ini berhubungan dengan tingkah laku individu dalam belajar. Sikap yang ditunjukkan oleh individu harus mendukungnya untuk mampu menyerap pelajaran. Terkadang individu merasa cemas ketika ia menghadapi hal yang kurang ia sukai. Rasa takut dan cemas itu akan dapat mempengaruhi sikapnya di dalam lingkunga belajar sehingga membuatnya tidak percaya diri dan sikap yang ditunjukkannya pun akan bernilai negatif.
    3. Minat. Untuk dapat memahami suatu hal, tentu tiap individu harus memiliki minat terkebih dahulu dalam dirinya untuk setidaknya penasaran terhadap apa yang akan ia pelajari.
    4. Motivasi. Tanpa motivasi dalam diri individu, maka akan sangat susah seorang individu memahami bahkan menerima masukan yang datang padanya
    5. Bakat. Beberapa individu melakukan suatu hal karena ia menyukainya, dalam arti, individu tersebut memiliki bakat di bidang yang sedang ia pelajari.
    6. gaya kognitif
    • Faktor eksternal. Faktor ini berasal dari luar yang mempengaruhi diri individu dalam belajar. Meliputi :     1.Instrumental. Meliputi berbagai komponen seperti:
    1. Guru adalah orang yang mengajar dan mendidik yang memiliki peranan penting dalam membimbing individu baik dalam hal meyampaikan materi secara nyaman, menumbuhkan motivasi belajar individu sehinga individu belajar merasa tidak asing dengan apa yang sedang dipelajarinya.
    2. Kurikulum adalah suatu program yang dijadikan acuan oleh pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik sebagai individu belajar.
    3. Metode merupakan cara yang dipakai dan dilakukan oleh pendidik agar peserta didik merasa nyaman. Metode ini juga dapat dikatakan seni mendidik.
    4. Evaluasi dapat dikatakan tolak ukur yang akan dijadikan acuan. Dalam evaluasi, pendidik dapat mengetahui hasil yang dicapai memenuhi apa yang diharapkan atau tidak.
    5. Sarana prasarana adalah hal-hal yang dijadikan penunjang. Dalam hal ini lebih ditekankan pada media yang bersifat nyata.
    6. Lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan kultural.

REFERENSI

http://sainsmatika.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-belajar.html

http://unikerz.blogspot.com/2013/01/Faktor-Faktor-Yang-Mempengaruhi-Belajar-Dan-Pembelajaran.html

Resume Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

1. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Dari pengertian di atas kita dapat mengetahui bahwa unsur-unsur pembelajaran meliputi :

  1. Interaksi
  2. Peserta didik
  3. Pendidik
  4. Sumber
  5. Lingkungan

Kelima unsur diatas juga dapat dikatakan sebagai prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan bertindak atau dapat pula dikatakan kaidah atau ketentuan yang mengikat.

2. Prinsip-Prinsip Belajar

Belajar adalah sebuah perjuangan dan perjuangan ini pun memiliki prinsip.

  • Belajar merupakan bagian dari perkembangan
  • Belajar berlangsung seumur hidup
  • Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor bawaan (potensi yang dibawa), lingkungan, kematangan, serta usaha dari setiap individu sendiri.Berkenaan dengan faktor bawaan, ada beberapa faham yang mengenai keberhasilan belajar ini, yaitu: a.  Nativisme : Standar-standar yang dibawa sejak lahir sangan kuat, lingkungan tidak banyak merubah.                                                                                                                             b. Empirisme : Lingkungan sangat mempengaruhi.                                                                      c. Konvergensi : Manusia dipengaruhi bawaan dan lingkungan
  • Belajar mencakup semua aspek kehidupan
  • Belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu
  • Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru
  • Belajar butuh motivasi. Motivasi adalah proses dimana aktivitas-aktivitas yang berorientasi target dibuat terjadi dan dipertahankan kelangsungannya. Motivasi itu bersifat fluktuatif (naik turun). Semua orang pasti pernah merasakan motivasinya turun. Orang yang hebat dan bukan berarti orang itu tidak pernah mengalami penurunan motivasi, tapi ia adalah orang yang mampu membangkitkan motivasinya ketika motivasi itu turun yaitu dengan cara mengingat tujuan awalnya.
  • Perbuatan belajar bervariasi, mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks
  • Dalam belajar terjadi adanya hambatan-hambatan
  • Belajar perlu bantuan atau bimbingan dari orang lain.

4 Pilar Belajar menurut UNESCO

  1. Belajar mengetahui (Learning to know)
  2. Belajar berkarya (Learning to do)
  3. Belajar hidup bersama (Learning to live together)
  4. Belajar berkembang utuh (Learning to be)

The Many Roles of A Teacher

  1. The teacher as an instructional expert (ahli pengajaran)
  2. The teacher as motivator (pembangkit semangat)
  3. The teacher as manager (pengatur dan pengelola)
  4. The teacher as leader (pemimpin, orang yang mempengaruhi dan membimbing)
  5. The teacher as counselor (penasehat)
  6. The teacher as environmental engineer (perekayasa/yang mempermudah lingkungan dan siswa untuk belajar)

Five Varieties of Learning

(Gagne & Briggs)

Learned Capability Ferformance
Verbal information Stating information
Attitudes Choosing to behave in particular way
Intelectual skills Using concept and rules to solve problem; responding to closes of stimuli as distinct from recalling specific examples
Motor skills Excecuting bodily movement smoothly and in proper sequence
Cognitive strategy Originating novel solution to problem; utilizing various means for controlling one’s thinking or learning provcessis